"Saya percaya bahwa cinta yang sebenarnya adalah melepaskan, bukan menggenggam.
Dan, itu pasti menyakitkan. Saya sakit dan memlihara sakit itu hingga sembilan tahun lamamnya".
Ah, itu kan hanya fragmen frustasi seorang pecundang dalam cinta? Begitu kilahku saat membaca penggalan paragfar dalam cerpen Laki-laki Suaminya Danthy-nya Wina Bojonegoro di atas. Cinta, ditinjau dari sisi manapun kadang memang tetap indah sekaligus menyakitkan. Dan cinta, sepahit apapapun kadang akan tetap dikenang, meski hati terlanjur memaki-maki.
Well, peersetan dengan segala macam aturan dan kaidah-kaidah dalam cinta. Yang jelas, setiap orang pasti memiliki cinta, dan cinta yang benar, adalah cinta yang berusaha hidup meski si empunya sedang sekarat. Melankolis bukan? Tapi memang disitulah rasa yang semestinya harus kita rasakan, lantaran setiap tarikan nafas yang kita hembuskan adalah desahan luka, maka tak perlu kita bermuluk-muluk bahwa cinta yang sedang tersemaikan adalah manifestasi totalitas sepotong jiwa.
Apologetik, bukan? Ya, cinta memang sebentuk apologisme yang miris. Bayangkanlah, ketika Cintamu terengggut oleh nestapa kegelisahan, kekalutan-kekalutan yang menyesakakan, dan kau tak mampu memeilih untuk sekedar menghibur jiwamu, kau akan tetap beriskukuh bahwa cintamu adalah ketegaran. Maka saya sering teringat apa yang pernah dikatakan oleh seoranya yang bijak, tentang hakikat cinta;
Cinta adalah ketika dia mulai mencintai orang lain dan kamu masih bisa tersenyum sambil berkata ,” Aku turut berbahagia untukmu “
Apabila cintamu tidak berhasil, bebaskanlah dirimu
Biarkanlah hatimu kembali melebarkan sayapnya dan terbang ke alam bebas lagi
Ingatlah, kamu mungkin menemukan cinta dan kehilangannya..
Tetapi saat cinta itu dimatikan, kamu tidak perlu mati bersamanya..
Orang yang terkuat bukanlah orang yang selalu menang dalam segala hal
Tetapi mereka yang tetap tegar ketika mereka jatuh
Entah bagaimana, dalam perjalanan kehidupanmu,
Kamu akan belajar tentang dirimu sendiri dan suatu saat kamu akan menyadari
Bahwa penyesalan tidak seharusnya ada di dalam hidupmu
Hanyalah penghargaan abadi atas pilihan pilihan kehidupan yang telah kau buat
Yang seharusnya ada di dalam hidupmu ...
Barangkali, tidak berlebihan ketika seorang Jalaluddin Rumi pernah berkata, bahwa jika cinta ada di satu hati, maka ia pasti ada di hati yang lain. Ya, Rumi memang berbicara tentang cerita cinta dalam bingkai idealitas yang semestinya. Tetapi, cintamu, cinta mereka, dan cinta-cinta yang lain (atau juga cintaku?) berada pada fakta yang berbeda.
Fuihhh, cinta memang rumit. Terlampau sulit untuk disederhanakan dengan logika aksiomatis. Tapi, ah... biarkan masing-maisng kita berbicara cinta mneurut kaca mata kita ...